close
Nuga Life

Sindrom Diogenes Itu Penyakit Jiwa Lansia

Semakin bertambahnya usia, orang lanjut usia berisiko mengalami banyak masalah kesehatan.

Mulai dari penurunan kemampuan gerak, kepikunan, inkontinensia urine, hingga menarik diri dari lingkungan sekitar.

Selain gangguan kesehatan secara fisik, para lansia juga bisa mengalami masalah secara sosial dan psikologis yang menyangkut kejiwaan.

Dalam kondisi yang paling ekstrem, gangguan ini disebut sindrom Diogenes.

Bagaimana penjelasannya?

Sindrom Diogenes adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan perilaku mengabaikan perawatan dirinya sendiri secara ekstrem.

Penderita cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, tidak merasa malu, dan memiliki kebiasaan menumpuk barang-barangnya sampai berantakan.

Lansia dengan sindrom ini menjadi tidak peduli dengan diri mereka sendiri.

Akibatnya, rumah atau kamar menjadi sangat kotor, bercak dan bau urine serta feses bertebaran di mana-mana, hingga barang-barang tercecer di berbagai sudut ruang.

Kondisi inilah yang membuat lansia hidup dalam kondisi yang tidak sehat dan dapat menimbulkan masalah baru seperti pneumonia, sering jatuh, bahkan kebakaran yang bisa mengancam keselamatan.

Oleh sebab itu, sindrom Diogenes dikenal dengan banyak nama lainnya, seperti gangguan pikun yang parah, sindrom pengunduran diri, sindrom squalor pikun, dan sindrom rumah berantakan.

Tanda dan gejala sindrom ini muncul seiring dengan berjalannya waktu. Namun, kondisi ini lebih banyak terlihat pada seseorang dengan usia di atas enam puluh tahun dan yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

Gejala yang paling khas adalah penderita cenderung lebih suka menyendiri tanpa banyak berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.

Mereka kerap menunjukkan perilaku-perilaku yang aneh dan berubah menjadi sangat tidak peduli.

Gejala-gejala sindrom Diogenes yang mudah diamati adalah timbul ruam kulit yang karena kebersihan yang buruk, rambut kusut dan acak-acakan, kuku jari tangan dan kaki cenderung panjang

Selain itu bias juga bau badan, penampilan tidak terawatt, terdapat luka yang tidak diketahui penyebabnya, kurang gizi atau gizi buruk, dehidrasi, kondisi tempat tinggal berantakan, kotor, dan banyak tumpukan barang atau sampah dan menolak bantuan atau pertolongan orang lain

Meski gejalanya muncul secara bertahap dan dalam waktu yang lama, Anda perlu mewaspadai faktor risiko yang dapat memicu sindrom kejiwaan ini.

Faktor risiko umumnya lebih mengarah pada rasa traumatik akibat kejadian di masa lalu, seperti kematian pasangan atau keluarga terdekat, memasuki masa pensiun, perceraian, kehilangan teman yang dipercaya, hingga riwayat penyalahgunaan zat terlarang.

Beberapa kondisi medis juga dapat menjadi faktor risiko gejala, di antarany demensia, gagal jantung bawaan, gasalah penglihatan, depresi, hilangnya mobilitas akibat radang sendi atau patah tulang dan trauma pukulan

Orang dengan gangguan perilaku ini akan jarang sekali mencari bantuan atau pertolongan pada penyakit yang dialami.

Sebab, penderita saja cuek dengan dirinya sendiri, apalagi untuk mengurusi orang-orang di sekitarnya.

Penderita pun akan terbiasa dibiarkan oleh orang sekitar, kecuali bila ada anggota keluarga atau tetangga yang mencoba membawanya ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Sindrom ini terdiri  dari sindrom diogenes primer, di mana gejala tidak dipicu oleh kondisi medis atau penyakit mental lainnya dan sindrom diogenes sekunder, di mana gejala muncul sebagai hasil dari penyakit mental lainnya.

Untuk mendiagnosis jenis apa yang dialami, dokter akan mengulik riwayat perilaku dan sosial penderita.

Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik, skrining darah, dan tes pencitraan otak seperti MRI atau PET untuk mengidentifikasi penyebab yang masih memungkinkan untuk diobati.

Sayangnya, sindrom ini cenderung sulit untuk diobati pada beberapa penderita.

Namun, bukan berarti tidak ada perawatan yang bisa dilakukan untuk membantu menangani gangguan perilaku ektrem ini. Jenis pengobatan yang diberikan pun tergantung pada faktor penyebab penderita mengalami sindrom diogenes.

Jika disebabkan oleh faktor kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif , atau depresi, maka penderita akan diberikan obat-obatan tertentu untuk menurunkan gejala-gejala tersebut.

Beberapa penderita mungkin memerlukan rawat inap atau setidaknya membutuhkan kehadiran perawat untuk membantu menanganinya di rumah.

Namun, dukungan dari keluarga dan orang sekitar adalah senjata yang sangat penting untuk membantu menangani kondisi kejiwaan pasien dengan sindrom Diogenes.