close
Nuga Life

Rasa Sedih Itu Tidak Perlu Dihindari

Kesedihan?

Ya, seperti hasil penelitian terbaru tak perlu dihindari dan juga penting bagi seseorang.

“Bad mood adalah bagian penting dalam spektrum emosi,” tulis hasil penelitian itu.

Berbagai penelitian menunjukkan, rasa sedih atau mood yang buruk seharusnya kita anggap sebagai sebuah hal yang normal, bahkan bermanfaat sebagai bagian dari adaptasi terhadap lingkungan dan tantangan sehari-hari.

Para pakar psikologi yang melakukan studi tentang emosi menyebutkan, rasa sedih memiliki fungsi yang penting, yakni sebagai peringatan agar kita menyatakan pada sekeliling kita bahwa kita butuh direspon.

Kesedihan juga bisa meningkatkan empati, welas asih, perasaan terhubung dan juga moral. Rasa sedih juga sejak lama dianggap sebagai pupuk bagi kreativitas dalam seni.

Berikut adalah beberapa manfaat dari kesedihan menurut para ahli psikologi.

Mood yang buruk ternyata bisa membuat kita mengingat suatu kejadian dengan lebih detil.

Dalam skala ringan, bad mood ternyata bisa mengurangi bias dan distorsi saat membuat kesan pertama. Selain itu, saat kita sedang sedih kita pun tak begitu mudah percaya pada stereotipe.

Dalam sebuah uji coba ditemukan bahwa mereka yang sedang mengalami rasa sedih justru berusaha lebih keras dalam melakukan pekerjaannya.

Orang yang suasana hatinya kurang ceria juga ternyata bisa memberikan argumen yang bersifat mengajak dengan lebih baik.

Mereka juga lebih mudah meyakinkan orang lain.

Perasaan sedih yang tidak terlalu dalam juga bisa membuat seseorang mau lebih terbuka pada ekspektasi sosial dan norma.

Akibatnya, mereka pun bersikap lebih adil dan tidak egois.

Saat kita merasa sedih atau dalam kondisi stres, acapkali orang menyarankan agar memikirkan hal-hal yang menyenangkan.

Sepertinya itu saran yang sederhana, namun menurut ilmu pengetahuan, anjuran itu ternyata ada benarnya.

Selain itu, sebuah penelitian terbaru lainnya  dari Rutgers University menemukan bahwa mengenang peristiwa-peristiwa yang menyenangkan bisa mengurangi respon tubuh terhadap stres.

Kesimpulan yang dipublikasikan di Nature Human Behavior ini diperoleh setelah peneliti Mauricio Delgado dan Megan Speer memberi ujian yang membuat seratusan relawan tertekan dengan memasukkan tangan ke air yang sangat dingin.

Sebagian orang diminta memikirkan peristiwa gembira yang pernah mereka alami seperti berlibur bersama keluarganya, sedangkan yang lain diminta memikirkan pengalaman biasa seperti berangkat kerja atau menunggu kereta.

Kelompok yang diminta mengingat pengalaman gembira ternyata merasa lebih baik dan hormon kortisol yang mempengaruhi stres di tubuhnya hanya 15 persen dibanding mereka yang memikirkan kejadian-kejadian biasa.

Para peneliti kemudian melakukan percobaan yang serupa namun sekaligus memindai otak para relawan menggunakan fMRI. Mereka yang memikirkan pengalaman bahagia mengalami peningkatan aktivitas di bagian otak yang berkaitan dengan pengaturan emosi dan kesadaran.

“Penemuan ini membuktikan bahwa mengingat kembali atau memikirkan peristiwa gembira bisa mengurangi stres,” ujar Delgado.

“Kita jadi tahu bahwa berpikir positif dan gembira memberi dampak yang baik dan bukan sekedar ucapan klise belaka.”

Anda dan kolega menghadapi tekanan yang sama di kantor dan setiap hari harus berjuang melawan kemacetan a untuk berangkat dan pulang kantor.

Tapi, mengapa ia terlihat tetap bahagia dan tak mudah stres?

Orang yang sering menghadapi stres namun terlihat damai, mungkin saja karena ia memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Pasalnya, kecerdasan inilah yang dibutuhkan bagi penduduk urban yang tingkat stresnya tinggi.

Tingkat penerimaan setiap orang terhadap stres berbeda-beda, ini sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya.

Dijelaskan, orang yang punya kecerdasan emosional cenderung akan lebih fleksibel dengan setiap kondisi yang dihadapinya.

Ada banyak komponen kecerdasan emosional, antara lain memahami emosi yang dialaminya dan mencari cara meluapkannya.

Mereka juga lebih mudah berempati pada orang lain. Jadi tidak terlalu perfeksionis. Orang yang perfeksionis itu tuntutan terhadap dirinya juga tinggi sehingga gampang stres,.

Kecerdasan emosional bisa dilatih sejak kecil. Karena kecerdasan ini belum masuk dalam kurikulum sekolah, seharusnya orangtua mulai mengajarkannya pada anak-anak sedini mungkin.

Ajarkan dulu hal-hal sederhana seperti empati, jujur, mau berbagi, dan saling membantu

Sementara pada orang dewasa, dibutuhkan kemauan dan motivasi diri untuk berubah.

Mempelajari manajemen stres kepada psikolog juga membantu mengurangi stres jika efek stres dirasa sudah sangat mengganggu.