close
Nuga Life

Penelitian “Gila” Prediksi Waktu Kematian

Sebuah penelitian “hebat” sedang digarap oleh tim  Stanford University di Amerika Serikat dan oleh banyak orang disebut sebagai program ‘gila’ berupa prediksi kematian seseorang dengan tingkat akurasi hingga sembilan puluh persen.

Seperti ditulis laman media terkenal Inggris “mirror, hari ini, Senin, 22 Januari, para peneliti ini menjelaskan, program mereka terbukti benar sembilan persen berdasarkan penelitian dan uji coba intensif yang telah dilakukan.

Program itu akan disediakan untuk mobil ambulans end-of-life yang sesuai untuk pasien rumah sakit dengan penyakit tertentu.

Jadi, program tersebut dapat mengetahui seberapa lama pasien mampu bertahan dari potensi kematian.

Program ini menggunakan Artificial Intelligence  atai popular disebut AI atau kecerdasan buatan dan dilatih melalui analisis terhadap seratus enam puluh ribu file pasien dewasa dan anak-anak dari rumah sakit Stanford and Lucile Packard Children.

Program tersebut mampu melihat berbagai hal dalam catatan kesehatan seperti diagnosis, prosedur yang telah dilakukan dan obat apa saja yang pernah dikonsumsi pasien.

Anggota Kelompok Laboratorium AI Stanford University, Anand Avati, mengatakan bahwa ketika algoritma ini diterapkan pada empat puluh ribu pasien aktif diminta untuk memprediksi mana yang akan meninggal dalam tiga sampai dua belas bulan berikutnya

Program tersebut dapat meyelesaikan tugasnya dengan baik dengan memberikan prediksi yang sembilan puluh persen akurat.

“Skala data yang tersedia memungkinkan kami untuk membangun prediksi model penyebab kematian, bukan penyakit atau spesifik demografis,” jelasnya demikian.

Para periset berencana untuk terus memperbaiki sistem dengan lebih banyak data sebelum diluncurkan ke rumah sakit dan fasilitas medis lainnya.

Namun program yang masih dalam tahap pengembangan lanjutan itu seketika mendapat kecaman dari berbagai pihak. Hal tersebut terkait dengan menyalahi takdir dan kapasitas manusia.

Seorang ilmuwan riset di Stanford University, Kenneth Jung mengatakan bahwa lebih bijaksana bagi para dokter dan staf medis untuk bekerja sebagaimana mestinya.

“Seharusnya para pekerja medis fokus bekerja. Kerjakan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya saja. Bukan memercayakan umur manusia kepada algoritma komputer,” jelas Jung.

Dia mengimbau agar dokter tetap dalam tugasnya. Ini tentu akan membuat pembelajaran dokter menjadi lebih bijaksana.

“Dari pada Anda secara membabi buta memprediksi kapan dia akan mati, mengintervensi kehendak Tuhan dengan program komputer. Ini gila,” pungkas Jung.

Dalam penelitian sebelumnya, ilmuwan mengaku telah menemukan cara untuk dapat memprediksi kematian manusia dalam kurun waktu tgiga puluh enam6 jam sebelum ajal menjemput.

Namun dalam penelitian baru-baru ini, waktu tersebut telah meningkat jauh hingga sepuluh hari dan bahkan diklaim lebih akurat.

Sebagaimana pernah ditulis dari BBC, ilmuwan mempelajari protein otot pada babi. Jika dilihat karakteristiknya, otot babi ternyata memiliki kemiripan dengan otot manusia.

Penelitian tersebut mengungkap, otot babi terdiri dari molekul-molekul protein yang akan mengalami penguraian seperti halnya ketika manusia akan meninggal.

“Hal ini terjadi untuk beberapa protein tertentu dalam kerangka waktu yang sangat spesifik. Bahkan, produk dari penguraian tersebut hanya dapat dijumpai pada waktu tertentu,” ujar Peter Steinbacher sebagai salah satu peserta di dalam peneliti.

“Jadi, jika Anda tahu produk apa yang terdapat pada sebuah sampel, maka Anda akan tahu kapan individu tersebut akan meninggal,” lanjut peneliti lulusan Universitas Salzburg ini.

Adapun Steinbacher beserta tim peneliti melakukan analisis ke lebih dari enam puluh sampel jaringan otot yang didapatkan dari Departemen Forensik Universitas Salzburg.

Selanjutnya hasil riset menunjukkan, prediksi waktu kematian dengan cara menganalisis protein yang terdapat pada sampel terbukti cukup akurat.

“Kami masih membutuhkan lebih banyak sampel untuk mengetahui apakah indeks jenis kelamin, berat tubuh, suhu tubuh, kelembaban tubuh dan lainnya dapat mempengaruhi waktu pola perubahan protein otot,” ucap Steinbacher”

“. Meskipun masih dalam tahap penelitian, ia dan tim peneliti berharap teknik ini dapat diaplikasikan ke dalam forensik dalam kurun waktu tiga tahun mendatang.