close
Nuga Life

Patah Hati Memiliki Dampak YangPermanen

Patah hati terkadang membuat seseorang merasa sangat terpuruk.

Ditinggal oleh pasangan karena berbagai penyebab membuat kita merasa dunia tidak lagi berarti.

Tak jarang, kita merasa tak berharga, tak ada lagi yang bisa diperjuangkan selepas kepergian pasangan.

Stres dan depresi pun berisiko muncul ketika seseorang merasa terpuruk.

Patah hati tidak hanya berupa berpisah sementara atau ditolak, namun bisa berupa terpisah karena kematian.

Namun, pernahkah Anda mendengar berita bahwa ada seseorang yang meninggal pasca ditinggal oleh pasangannya?

Ternyata fenomena ini bisa terjadi dan dikenal dengan sebagai broken heart syndrome.

Patah hati tak hanya soal putus cinta atau merasa disakiti pasangan.

Kehilangan orang terkasih pun bisa mengakibatkan patah hati. baru-baru ini sebuah studi mengungkap bahwa efek patah hati sama seperti kerusakan jangka panjang akibat serangan jantung.

Dilansir dari The Independent, setidaknya 3.000 orang Inggris terkena efek Takotsubo cardiomyopathy atau sindrom patah hati. Hal ini dipicu oleh kejadian yang menyisakan trauma.

Awalnya, para peneliti memperkirakan efek sindrom hanya berlangsung temporer. Namun, peneliti dari Universitas Aberdeen baru-baru ini menemukan bahwa efeknya bisa permanen seperti serangan jantung.

Saat terjadi serangan jantung, otot jantung melemah hingga ke titik di mana ia tak dapat berfungsi lagi secara efektif.

Dalam studi yang diprakarsai oleh British Heart Foundation, tim dokter memeriksa tiga puluh tujuh pasien Takotsubo yang sudah mengalami dua tahun penggunaan ultrasound dan pemeriksaan MRI.

Riset menemukan bahwa pasien mengalami kerusakan jaringan otot jantung yang tidak bisa disembuhkan. Akibatnya, elastisitas otot berkurang sehingga kontraksi tak bisa maksimal dalam tiap detakan.

Menurut studi lain yang diinisiasi oleh Harvard Medical School, lebih dari sembilan puluh persen kasus Takutsubo dialami oleh perempuan usia lima puluh delapan hingga tujuh puluh lima tahun.

“Takotsubo adalah penyakit yang dasyat dan dapat tiba-tiba membunuh jika tidak mengganggu kesehatan,” kata Profesor Jeremy Pearson, rekanan direktur medis BHF dikutp dari laman resmi BHF

“Awalnya kita pikir efeknya temporer, tapi kini kita dapat melihat mereka dapat berlanjut mempengaruhi orang sepanjang hidupnya.”

Ia menambahkan, hingga kini belum ada terapi jangka panjang untuk pasien. Petugas medis sebelumnya sudah memikirkan semua penderita sindrom akan sepenuhnya sembuh.

“Riset baru ini menunjukkan ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung dan menyarankan kami sebaiknya merawat pasien dengan cara yang sama dengan mereka yang terkena serangan jantung,” tutupnya.

Broken heart syndrome juga dikenal sebagai Takotsubo cardiomyopathy, pertama kali ditemukan oleh seorang peneliti yang berasal dari Jepang sekitar lebih dari dua puluh tahun lalu.

Sindrom ini dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa dengan normal.

Meskipun begitu, sindrom ini hanya bersifat sementara. Gejala yang timbul dapat berupa napas pendek dan nyeri dada.

Menurut David Greuner, M.D., direktur NYC Surgical Associates, yang dikutip situs Woman’s Health, gejala tersebut disebabkan oleh sifat jantung yang responsif terhadap hormon stres seperti adrenalin, epinefrin, dan kortisol. Sindrom ini dapat mengganggu keberlangsungan hidup seseorang, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Penelitian menunjukkan adanya peningkatan kematian dan sakit jantung akibat kepergian pasangannya.

Penelitian yang dipublikasikan pada Circulation, yang dikutip situs Healthline, menemukan bahwa orang yang berduka setelah kematian orang yang dicintainya sangat mungkin meninggal karena serangan jantung.

Patah hati memang dapat membuat jantung Anda bermasalah, dan gejala yang dialami hampir sama dengan serangan jantung, namun nyeri dada patah hati berbeda dengan serangan jantung.

Menurut kardiolog dr. Lawrence Weinstein, pimpinan medis di Bethesda Memorial Hospital’s Chest Pain/Heart Failure Center, yang dikutip oleh Healthline.com, perbedaannya adalah arteri orang-orang yang terkena broken heart syndrome bersih, tidak ada penyumbatan.

Ketika mendengar ‘patah hati’, di pikiran kita langsung terbayang anak remaja. Kita pun berasumsi yang terkena sindrom ini adalah anak remaja, karena saat-saat tersebut memang masanya anak-anak menyukai lawan jenis dan keadaan emosinya belum stabil.

Terkadang kisah-kisah romantis tersebut pun tidak berakhir indah. Namun, jawaban yang tepat adalah sindrom ini biasanya dialami oleh perempuan pascamenopause dan alasannya belum diketahui dengan jelas, menurut dr. Richard Krasuski, seorang ahli jantung di Cleveland Clinic.

Hormon stres mengalir ke aliran darah, sehingga mempercepat denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, menegangkan otot, dan mengaktifkan sel kekebalan tubuh.

Darah dialihkan dari sistem pencernaan ke otot dan membuatnya menjadi mudah menggumpal. Meningkatkan tekanan darah dan level kolesterol dapat juga disebabkan oleh stres, dan ketika ini terjadi, ritme jantung pun terganggu. Hormon stres juga dapat membuat pembuluh darah menyempit.

Peneliti dari Duke University meminta lima puluh delapan orang laki-laki dan perempuan dengan penyakit arteri koroner untuk menggunakan monitor jantung portable selama dua hari dan merekamnya dalam buku harian tentang apa yang mereka lakukan dan rasakan.

Tensi, frustrasi, dan emosi negatif lainnya diduga dapat membuat aliran darah tidak memadai dalam pembuluh darah yang mengisi jantung.

Kondisi ini disebut iskemia miokard (penyakit jantung iskemik, tandanya berupa kurangnya aliran darah ke otot jantung), yang dapat menyebabkan serangan jantung.

Patah hati juga dapat menyebabkan depresi. Depresi dikaitkan dengan stres dan penyakit jantung. Depresi juga dapat membuat hormon stres meningkat dan dapat membuat jantung kurang responsif terhadap sinyal ‘menit ke menit’ untuk memperlambat atau meningkatkan aliran darah.

Perasaan sakit akibat kehilangan menandakan bahwa sebuah hubungan memang berarti.

Ketika seseorang jatuh cinta satu sama lain, sebuah hubungan menjadi lebih dari sebatas kasih sayang saja. Meskipun tidak ada hitam di atas putih, kematian dapat merusak kesehatan seseorang.

Rasa kehilangan ini muncul karena kita sudah terbiasa dengan kehadirannya, perhatiannya. Ketika itu semua hilang, kita tidak hanya kehilangan orang tersebut, tetapi juga kehilangan perhatian dan caranya memperlakukan kita.