close
Nuga Life

Kecanduan Film Porno Itu Penyakit?

Apakah Anda termasuk salah seorang yang “kecanduan” film porno, terutama esek-esek di gadget?

Kalau iya, American Association of Sexuality Educators, Counselors, and Therapists menyatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah bahwa kecanduan menonton film porno termasuk salah satu “penyakit” gangguan mental.

Apakah kategori kecanduan itu?

Kategorinya bila seseorang tidak dapat lepas menonton film porno di setiap harinya.

“Itu bisa dikatakan mereka sudah memasuki tahap kecanduan”

Banyak alasan yang diungkapkan para pecandu film porno. Rata-rata mereka merasa lebih puas dibandingkan melakukan hubungan intim secara langsung.

Sebagian besar asumsi menyatakan, kecanduan film porno adalah salah satu bentuk gangguan kesehatan mental. Namun, hal ini disanggah oleh organisasi profesi bidang seks.

Dikutip dari Askmen, Kamis, 22 Desember 2016,  AASECT menuliskan bahwa mereka tidak menemukan bukti empiris bahwa kecanduan seks atau kecanduan film porno adalah gangguan kesehatan mental.

Organisasi ini juga tidak menemukan metode pelatihan atau pengobatan untuk orang-orang yang kecanduan seks.

Menurut mereka kecanduan seperti ini dapat dicegah dan diedukasikan dengan cara menginformasikan pengetahuan seksual atau pendidikan seks yang akurat dan tidak melenceng.

“Tidak ada standar praktik untuk mengatasi aktivitas seksual, pikiran atau perilaku seseorang yang mengarah ke pornografi atau proses kecanduan seksual kecuali dengan pendidikan seksualitas, konseling, dan terapi,” tulis AASECT.

David Ley, psikolog klinis dan penulis dari The Myth of Sex Addiction mengatakan, kredibilitas terapis untuk mengatasi kecanduan seks ini harus berasal dari dokter yang bekerja pada isu-isu seksual.

“Terapis juga harus benar-benar memahami semua hal tentang kecanduan film porno termasuk keseluruhan seksualitas itu sendiri,” kata Ley.

Lantas, bagaimana pandangan masyarakat terhadap film porno ini?

Ada kesenjangan besar antara prespektif tentang porno di masyarakat.

Beberapa mengatakan itu adalah sehat dan alami, bisa menjadi pengalaman belajar, dan membantu belajar untuk Anda sendiri dan pasangan.

Beberapa pasangan menggunakannya untuk memfasilitasi hubungan dengan cara yang menyenangkan.

Bahkan membantu meredakan stres, dilansir laman Huffingtonpost

Sisi negatifnya, ada yang mengatakan pria yang keseringan nonton film porno sambil masturbasi cenderung mengalami disfungsi ereksi.

Mereka juga sering melakukan sendiri sehingga saat bersama pasangan pria tak bisa melakukannya lagi.

Lainnya mengatakan film porno memainkan masalah citra tubuh dan memberi harapan yang tidak realistis tentang seks. Lantas film porno itu sehat atau berbahaya?

Hingga saat ini tidak ada studi untuk memberikan kata akhir pada film porno.

Seringkali wanita merasa terancam oleh pria yang sering nonton film porno. Dan banyak wanita yang dirugikan.

Sebuah studi pada sembilan tahun silam yang diterbitkan dalam American Journal of Medicine menemukan bahwa kehidupan seks dari delapan belas juta pria di atas usia dua puluh  tahun jadi negatif karena terpengaruh film porno. Fenomena ini dikenal sebagai ‘Coolidge Effect’.

Penelitian pertama dilakukan dengan memperlihatkan seksual tikus. Mereka mengamati ketika tikus jantan diperkenalkan ke tikus betina, mereka bersenggama kemudian tidak menunjukkan hubungan lebih lanjut.

Peneliti kembali memperkenalkan lebih banyak betina dan tikus jantan terus dan terus bersenggama sampai fisik tak mampu lagi melakukannya. Mereka percaya laki-laki memiliki program yang sama.

Dikatakan peneliti lainnya kalau film porno bukan hanya untuk pria tetapi wanita yang menonton juga menikmatinya.

Penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan pemerkosaan atau penyimpangan seksual lainnya karena melihat film porno. Sebuah studi di Denmark pada 2008 menemukan penonton film porno yang moderat memberikan beberapa manfaat.

Baik pria maupun wanita mengatakan mereka memiliki kehidupan seks yang lebih memuaskan dan sikap sehat dalam berhubungan seksual.

Masturbasi adalah suatu perilaku seksual yang seringkali dikaitkan dengan menciutnya otak, impotensi, perceraian, dan pedofilia.

Bahkan, pada bulan April lalu, negara bagian Utah menyatakannya sebagai bahaya kesehatan umum.

Salah satu pemicu hal itu bisa jadi adalah material bermuatan pornografi.

Peringatan tentang pornografi bukan hanya berasal dari kelompok-kelompok ulama atau konservatif, karena Pamela Anderson, mantan model Playboy, baru-baru ini juga memberi peringatan tentang “dampaknya yang merusak”.

Sejumlah survei mengungkapkan bahwa pornografi memang lazim di kalangan pria dan tidak terlalu jarang juga di antara kaum wanita.

Apakah sedemikian berbahaya atau ada manfaatnya?

Seperti dikutip dari situs sains New Scientist.com, sudah ada penelitian tentang dampak pornografi, tapi sebagian besar mengungkapkan hal-hal yang saling bertentangan.

Bahkan, satu penelitian yang sama bisa ditafsirkan secara berbeda oleh dua pihak yang saling berdebat.

Ada yang memandang itu jahat bagi masyarakat, sedangkan yang lainnya menganggap sikap demikian berlaku dalam histeria.

Pegiat anti pornografi secara gigih mengatakan pornografi menyebabkan ketagihan dan merampas jalur normal sistem ganjaran pada otak manusia.

Menurut teori itu, mirip seperti penagih heroin yang memerlukan penambahan narkoba untuk meraih puncak, maka para pengguna pornografi merasa tidak lagi terangsang dengan seks sesungguhnya dan terus mencari yang lebih ganas lagi.

Tentu saja, ada beberapa kekhawatiran lain tentang pornografi, misalnya tampilan kekerasan, eksploitasi, dan kesediaan atau keterpaksaan melakukan seks. Ketagihan di kalangan pria pun semakin menjadi fokus kampanye anti pornografi.

Para pegiat mengatakan bahwa membanjirnya pornografi mendorong pengguna untuk menghindari pasangan mereka dan mencari-cari gambar-gambar bestialitas (seks dengan hewan), suasana pemerkosaan, dan penistaan anak.

Beberapa sekolah di Skotlandia memperingatkan bahwa menyaksikan gambar-gambar dewasa menjurus kepada impotensi, pemaksaan, dan penyesahan.

Jadi, apakah ketagihan pornografi memang ada?

Penulis Clare Wilson mengutip sejumlah penelitian yang mengungkapkan adanya perbedaan kegiatan dalam otak antara orang yang sangat sering menggunakan pornografi dan yang tidak, bahkan seringkali berada di daerah-daerah otak yang sama yang juga menunjukkan perbedaan pada kasus ketagihan narkoba.

Beberapa penelitian, misalnya dalam PLoS One, mengungkapkan bahwa pengguna pornografi memiliki tanggapan-tanggapan yang lebih tinggi pada isyarat-isyarat seksual, tapi sebagian penelitian dalam Biological Pshychology malah mengungkapkan rendahnya tanggapan-tanggapan yang dimaksud.

Apapun temuannya, hal itu tidak membuktikan pornografi mengubah otak seseorang. Mungkin, orang yang tertarik dengan itu memang memiliki otak yang berbeda. Mungkin saja mereka memiliki dorongan seks yang lebih tinggi, yang bisa saja disebabkan oleh perbedaan biologis.

Daripada sekedar mengandalkan pemindaian otak, perlu ditemukan seberapa seringnya para pengguna porn mengeluhkan masalah-masalah seperti impotensi dan eskalasi, atau perilaku yang miriip seperti orang ketagihan narkoba.