close
Nuga Life

Jangan Baca Tulisan Kesehatan “Lebay”

Jangan baca tulisan kesehatan “lebay” dan “bombas.”  Itu yang dianjurkan sebuah artikel di tabloid harian “Daily Maill” terbaru.  “Maill,” tabloid terbitan Inggris itu, mengingatkan pembacanya untuk melewati saja tulisan yang bersifat “bombas” tentang temuan terbaru bagaimana merawat kesehatan.

Menurut artikel itu, tak selamanya tulisan-tulisan  tentang kesehatan di media massa memiliki dampak positif. Bagi sebagian orang, kebiasaan membaca artikel kesehatan yang terlalu sensasional justru berpotensi menimbulkan kerugian.

“Daily Maill” mengungkapkan, membaca artikel kesehatan yang “menakutkan” ternyata berpotensi mencetuskan gejala penyakit tertentu. Peneliti menemukan, pemberitaan atau laporan tentang  sesuatu hal atau substansi yang mengancam kesehatan ternyata dapat mencetuskan efek sugesti pada sebagian orang, walaupun tak ada alasan obyektif bagi orang tersebut untuk melakukannya.

Dalam penelitian ini, para ahli di Jerman melakukan kajian atas suatu fenomena yang disebut dengan electromagnetic hypersensitivity,  yang mana hal ini berkaitan dengan penggunaan telepon selular.

Penelitian ini menggunakan 147 responden yang diwajibkan untuk menyimak siaran berita tentang kesehatan. Peserta riset ini dibagi menjadi dua kelompok sesuai perlakuan yang diterapkan.

Satu kelompok menonton siaran dokementer dari BBC tentang potensi bahaya kesehatan yang berhubungan dengan sinyal WiFi dan ponsel. Kelompok kedua menonton laporan data pengamanan internet dan telepon seluler. Kedua grup kemudian dipaparkan pada sinyal WiFi palsu yang mereka kira asli.

Hasilnya,  2 orang responden meninggalkan penelitian sebelum usai, karena takut pada paparan radiasi gelombang elektromagnetik. Walaupun sinyal WiFi yang dipancarkan tersebut palsu, responden merasakan beberapa gejala seperti kesemutan di jari kaki, dan lengan. Mereka juga merasa pusing dan hilang konsentrasi. Gejala paling parah ada pada responden yang memiliki tingkat kecemasan paling tinggi terhadap gelombang elektromagnetik.

“Ada bukti yang cukup kuat bahwa hipersensitivitas elektromagnetik merupakan dampak dari apa yang disebut efek nocebo. Antisipasi terhadap kemungkinan cedera ini akan memicu sakit atau gangguan. Efek ini kebalikan dari analgesik, yang sering dihubungkan dengan paparan placebo,” kata peneliti dr Michael Witthvft dari Johannes Gutenberg University di Jerman.

Penelitian ini menggambarkan betapa pemberitaan di media akan suatu ancaman bagi kesehatan dapat memicu atau memperkuat efek nocebo. Pada mereka yang peka, setelah gelombang elektromagnetik dipancarkan akan merasa pusing, bingung, terbakar, atau kesemutan pada kulitnya. Menurut Witthvft biasanya orang tidak akan tersadar bila terpapar gelombang ini.

Pada penelitian ini, gejala pada responden hampir sama dengan mereka yang benar-benar terpapar gelombang elektromagnetik. “Hasil tes menunjukkan, mereka yang terpengaruh tidak dapat mengatakan apakah mereka benar-benar terpapar medan elektromagnetik.  Faktanya, gejala-geja yang muncul persis sama apakah itu terpapar gelombang asli atau palsu ” kata Witthvft.

Ia menambahkan, studi ini memberi bukti bahwa artikel atau laporan yang dibuat terlalu ‘sensasional’ tentang adanya suatu risiko kesehatan, yang seringkali minim akan bukti-bukti ilmiah, dapat menimbulkan efek signifikan terhadap kesehatan sebagian besar populasi masyarakat.