close
Nuga Life

Berbohong Itu Berdampak Bagi Kesehatan

Jangan pernah berbohong.

Ya, berbohong itu seperti “candu.”

Dan sekali Anda melakukannya maka dia akan keterusan menemani Anda.

Memang, sesekali berbohong untuk basa-basi atau alasan tertentu memang tidak apa-apa, namun ada baiknya kita tidak sering-sering berbohong karena ternyata bisa memberikan dampak buruk bagi kesehatan kita.

Pakar  kesehatan Arthur Markman, PhD menyebutkan bahwa jika kita berbohong, tubuh ternyata segera mengeluarkan hormon kortisol atau homon stress dan steroid pada otak kita.

Hal ini disebabkan oleh otak yang bekerja dengan lebih keras untuk memproses mana yang sebenarnya adalah kebenaran dan mana yang merupakan kebohongan.

Proses ini bisa terjadi selama sepuluh menit dan bisa membuat kita cenderung menjadi lebih emosional dan kebingungan.

Tak hanya itu, kita juga akan cenderung lebih mudah gelisah karena takut jika kebohongan ini akan ketahuan oleh orang lain.

Dalam banyak kasus, hal ini juga akan membuat kita cenderung lebih mudah menyalahkan orang atau hal-hal lain demi menutupi kebohongan tersebut.

Yang menjadi masalah adalah, jika kita kerap berbohong, kinerja otak yang semakin keras dan pengaruh hormon stress dalam jumlah yang banyak ini akan memicu dampak negatif layaknya susah tidur.

Kita tentu akan lebih mudah terkena penyakit berbahaya bukan?

Melihat adanya fakta ini, ada baiknya memang kita jangan berbohong dan lebih baik mengutarakan kebenaran apa adanya.

Tak hanya buruk bagi kesehatan, berbohong juga bisa membuat reputasi kita menurun dan akhirnya mengganggu kehidupan sosial kita.

Sekali Anda berbohong, maka Anda harus mempersiapkan kebohongan berikutnya.

Pernyataan tersebut ternyata tidak hanya sekadar nasihat atau ajaran dari orangtua Anda saja, tetapi juga dapat dijelaskan dalam ilmu sains.

Ketika orang berbohong maka ia seperti kecanduan akan kebohongannya. Mungkin tidak hanya satu atau dua kebohongan saja yang terlontar dari mulutnya, tetapi lebih dari itu.

Lalu apa sih yang menyebabkan orang berbohong jika dilihat dari ilmu psikologi? Dan apa yang membuat kebohongan tersebut menjadi candu tersendiri?

Saat berada dalam keadaan yang terpepet, biasanya orang mulai berbohong demi mendapatkan keuntungan atau sekadar menyelamatkan dirinya dari kondisi yang terburuk.

Ketika terpikir untuk berbohong, maka dalam pikiran orang tersebut langsung terlintas berbagai pertanyaan, seperti “apa yang akan saya dapatkan dari kebohongan?

Ataukah kebohongan ini berdampak negatif pada saya?

Dan seberapa banyak masalah atau keuntungan yang bisa saya dapatkan”.

Berbagai pemikiran tersebut adalah pemicu mengapa seseorang berbohong.

Sebenarnya banyak alasan lainnya yang diakui oleh sebagian besar orang sebagai alasannya untuk berbohong, seperti tidak mau menyakiti orang yang disayangi, ingin mengendalikan situasi, hingga mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.

Padahal, semua alasan tersebut tidak lah perlu mereka lakukan. Apapun alasannya, kebenaran adalah fakta yang paling baik untuk didengar.

Lagi pula, Anda harus berhati-hati jika sudah pernah berbohong, pasti Anda akan kecanduan untuk berbohong lagi. Kenapa?

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience membuktikan sendiri bagaimana orang berbohong tak hanya cukup sekali saja. dalam penelitian ini, para ahli melihat dan menganalisis otak seseorang yang sedang berbohong.

Penelitian yang hanya mengajak 80 relawan ini membuat beberapa skenario dan mengetes tingkat kebohongan dari masing-masing peserta. Kemudian, apa yang ditemukan dari penelitian tersebut?

Para ahli menyatakan bahwa kebiasaan berbohong tergantung dengan respon otak seorang individu.

Jadi begini, saat seseorang berbohong maka bagian otak yang paling aktif dan bekerja ketika itu adalah amigdala. Amigdala merupakan area otak yang berperan penting dalam mengatur emosi, perilaku, serta motivasi seseorang.

Pada saat orang berbohong pertama kalinya, maka amigdala akan menolak perilaku yang Anda lakukan dengan menimbulkan respon emosi.

Respon emosi ini dapat berupa rasa takut yang muncul ketika berkata bohong.

Namun saat tidak terjadi hal yang buruk – padahal sudah berkata bohong – maka amigdala akan menerima perilaku itu dan kemudian tidak lagi mengeluarkan respon emosi, yang sebenarnya dapat mencegah Anda berbohong untuk ketiga kalinya.

Bisa dibilang jika semua orang pasti pernah berbohong, termasuk Anda. kebohongan sebenarnya sangat wajar dilakukan oleh manusia.

Tetapi sayangnya, Anda tidak memiliki kemampuan tersebut – pada awalnya.

Ya, ketika Anda berbohong, pasti berbagai fungsi tubuh Anda berubah, seperti detak jantung lebih cepat, berkeringat lebih banyak, bahkan hingga gemetaran.

Ini artinya otak Anda merespon kebohongan yang Anda ucapkan sebelumnya.

Anda merasa takut ketahuan dan akhirnya menjadi buruk bagi Anda. hal tersebut membuat otak Anda melawan dan akhirnya muncul lah berbagai perubahan fungsi tubuh itu.

Namun jika Anda melakukannya berkali-kali – apalagi ketika kebohongan pertama berhasil – maka otak justru beradaptasi dengan kebohongan yang Anda lakukan.

Otak mengira bahwa tidak masalah jika berbohong satu kali, sehingga otak akan beradaptasi dan lama kelamaan tidak ada lagi perubahan fungsi tubuh ketika Anda bohong.

Selain itu, hal tersebut menandakan bahwa respon emosional Anda terhadap kebohongan kian berkurang, sehingga ada akhirnya, Anda akan terus memberi tahu kebohongan.