close
Nuga Life

Apakah Hipersexsuality Itu Gangguan Jiwa

Tidak semua orang tahu apa itu hiperseks.

Tapi banyak orang yang mengucapkannya sebagai “jargon” untuk menuding seseorang yang punya kelebihan rangsangan seksnya.

Dan banyak juga orang yang terobesesi menginginkan menjadi seorang hiperseks.

Hiperseksual merupakan kondisi dimana  seseorang terlalu sering melakukan kegiatan seksual atau tiba-tiba aktivitas atau hasrat seksual meningkat drastis.

Kondisi ini merupakan bentuk gangguan yang berupa rasa kecanduan kecanduan seksual. Selain itu, perilaku ini mengganggu karena bisa menyebabkan pelakunya mengalami stres.

Stres tersebut bisa menyebabkan gangguan kesehatan, pekerjaan, gangguan psikis mental, dan hubungan sosial di dalam kehidupan penderita.

Lantas apa sebenernya hiperseks itu.

Menurut buku panduan terbaru hiperseks itu adalah sebuah gejala dari  mereka yang kecanduan seks

Apakah juga hipersek itu disertai gejala sakit jiwa.

Masih dalam panduan yang sama diungkapkan bahwa hiperseks itu bukan gangguan jiwa, meskipun kecanduan makanan dan pesta termasuk di dalamnya.

Para pakar juga belum bisa mengidentifikasikan, mengelompokkan, dan mengobati orang-orang yang mengalami kelainan hiperseksual.

Sejumlah ilmuwan di bidang kesehatan jiwa bahkan mempertanyakan, apakah hiperseks benar benar sifat kecanduan atau tidak.

Hasil penelitian lainnya yang dipublikasikan dalam Socioaffective Neuroscience & Psychologi pada empat tahun lalu menunjukkan bahwa pola gelombang otak seorang hiperseks yang sedang melihat gambar pornografi tidak menyerupai gelombang otak pecandu narkoba.

Nicole Prause, peneliti dari UCLA, melakukan penelitian terhadap pria dan  perempuan yang memiliki masalah dalam mengatur kebiasaan melihat gambar porno.

Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok: kelompok yang ingin mengurangi konsumsi pornografi, kelompok yang mengalami masalah dengan pasangannya karena pornografi, dan kelompok yang menjadi pengangguran karena pornografi.

Dalam eksperimen ini, mereka ditunjukkan serangkaian gambar yang berbau seksual hingga yang benar-benar eksplisit.

Para peneliti juga menampilkan gambar yang seharusnya tidak menimbulkan rnagsangan, seperti potongan tubuh korban mutilasi dan gambar orang yang sedang menyajikan makanan.

Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dalam otak mereka, para peneliti menggunakan alat EEG atau Elektrosefalografi.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa ketika seorang pecandu narkoba melihat gambar obat-obatan terlarang, gelombang otak mereka meningkat tiga ratus milidetik setelahnya.

Oleh karena itu, para peneliti berhipotesis bahwa hal yang sama juga akan terjadi pada subyek ketika melihat gambar-gambar seksual.

Namun, Prause tidak menemukan adanya kesamaan pola antara hiperseks dan pecandu narkoba, sehingga dia pun berpendapat bahwa hiperseksualitas bukan disebabkan oleh kecanduan yang tidak terkontrol terhadap hal-hal berbau seksual, melainkan libido yang besar.

Seorang peneliti dunia psikologi di UCLA, Rory Reid yang dikutip dalam artikel Livescience pernah berkata bahwa angka EEG di atas harus didukung dengan pemahaman apa itu hiperseksual.

Dalam studi terpisah, Reid pernah mendeskripsikan hiperseksualitas sebagai kondisi di mana seseorang berfantasi seksual secara intens dan berulang-ulang dalam kurun waktu kurang lebih enam bulan, sehingga mengganggu kehidupan sosial dan menyebabkan depresi.

Mereka juga melakukannya tidak dalam pengaruh obat obatan dan dalam kondisi sehat.

Akan tetapi, terlalu cepat untuk menyebut hiperseksual sebagai bentuk kecanduan seks.

Menurut Reid, penelitian Prause tidak menyepelekan masalah yang dialami oleh seorang hiperseks, tetapi mempertanyakan bila teori kecanduan bisa diaplikasikan untuk menjelaskan perilaku tersebut.

Dia berpendapat bahwa riset lebih lanjut akan bisa menunjukkan bahwa karakteristik dari seorang hiperseks lebih menyerupai kelainan impulsif atau kompulsif, dan terhubung dengan sistem imbalan di otak.

Apakah wanita juga bisa “menderita” hipersual?

Jawabannya, perilaku seks yang di luar kebiasaan bisa menimpa siapa saja,

Namun tidak jelas apakah ada perbedaan yang nyata antara pria hiperseksual dengan wanita hiperseksual.

Hanya saja, beberapa indikator yang menandakan hal tersebut ternyata tidak jauh berbeda.

Ada beberapa indikator apakah seorang wanita bisa dikategorikan hiperseks. Salah satunya adalah seberapa sering menjadikan seks sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah emosional atau stres.

Selain itu, wanita tersebut akan diukur apakah aktivitas seksualnya di luar kendali. Yang tak kalah penting, apakah perilaku seks yang dilakukannya mengganggu pekerjaan atau kegiatan lainnya.

Perilaku seperti masturbasi atau menonton film porno yang berlebihan juga harus dipertimbangkan.

Semakin sering mereka melakukan hal tersebut, kemungkinan menderita kelainan seksual makin tinggi. Tindakan yang paling penting untuk diukur adalah seberapa banyak pasangan seksual yang dimiliki wanita tersebut.

Yang mengejutkan, sebuah studi menyatakan bahwa wanita yang hiperseksual cenderung biseksual.

Semantara itu, kebanyakan pria yang memiliki gangguan seksual yang sama lebih cenderung heteroseksual.

Ciri utama dari wanita yang menderita hiperseksual adalah memiliki dorongan yang tak tertahankan untuk melakukan hubungan seksual.

Dalam hal ini, pelaku pergaulan bebas juga bisa dikategorikan hiperseks. Bukan hal yang tak mungkin jika keadaan ini terjadi bersamaan dengan gangguan obsesif kompulsif lain, penyakit jiwa, atau gangguan kepribadian.

Perempuan yang mengalami gangguan hiperseksual bisa merasakan hal tersebut setiap hari atau hanya kadang-kadang saja.