close
Nuga Life

Anda Percaya Ada Krisis Paruh Baya?

Percaya keberadaan krisis paruh baya?

Ya. Itulah yang banyak dirisaukan oleh pria dan wanita yang memasuki usia empat puluhan.

Dan Anda percaya dengan krisis perjalanan usia itu?

Jawabannya sering bermuatan klise.

Jujur saja ketika pria maupun wanita memasuki usia paruh baya, atau memasuki rentang umur empat puluhan, kerap terjadi kegalauan.

Dan sebenarnya wajar saja di rentang usia tersebut, istilah ‘muda’ sudah tak lagi relevan.

Di usia empat puluhan, seseorang biasanya sudah menikah, punya anak berusia remaja, bahkan menjelang dewasa.

Umumnya, saat itu kehidupan mereka mapan.

Namun begitu ada sisi lain yang memengaruhi kejiwaan mereka.

Mereka khawatir digantikan pekerja yang lebih muda, cemas dengan kulit yang tak lagi kencang, tubuh yang tak lagi singset, atau rambut yang menipis.

Imbasnya, banyak orang di usia tersebut yang tiba-tiba melakukan hal ekstrem, seperti berolahraga keras atau mencoba hobi baru yang selama ini tak pernah dilirik.

Ada juga yang tiba-tiba ‘genit’, sehingga muncul istilah ‘puber kedua’.

Tapi, sebuah penelitian baru yang dilakukan di University of Alberta, Kanada, menyebut bahwa krisis paruh baya hanyalah mitos yang dikompori sejak muda.

“Krisis paruh baya sekarang menjadi fenomena yang diterima umum di dunia,” kata Harvey Krahn, kepala peneliti, seperti dilansir Daily Mail.

Tertarik dengan fenomena tersebut, Krahn melakukan penelitian untuk membuktikan adanya ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan saat seseorang memasuki usia paruh baya.

Hasilnya, studi yang dilakukan Krahn menyimpulkan bahwa krisis paruh baya, hanyalah mitos belaka.

“Selama lima puluh tahun lebih, kita percaya bahwa kurva kebahagiaan berbentuk seperti huruf U dengan level bahagia terendah di usia paruh baya. Tapi penelitian kami menemukan sebaliknya,” ujar Krahn.

Dia menemukan bahwa bahagia tidak berkurang dan berhenti di usia empat puluhan ke atas, melainkan terus bertambah dari saat remaja hingga mencapai usia senja.

Studi yang dilakukan Krahn juga diklaim lebih valid karena menggunakan metoda longitudinal, alih-alih lintas faktor.

“Dalam penelitian ini, kebahagiaan seseorang diukur seiring berjalannya waktu. Dengan begitu, tingkat kebahagiaan terus terukur saat usia seseorang bertambah,” jelas Krahn.

Penelitian itu juga melibatkan berbagai kejadian besar dalam hidup para partisipan, seperti putus-sambung hubungan asmara, pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga.

“Kami menemukan orang-orang merasa lebih puas dan bahagia setelah mereka menikah, atau punya kondisi fisik yang prima, sementara mereka paling tidak bahagia saat tidak punya pekerjaan.”

“ Semua itu, tidak berkaitan dengan usia,” tutur Krahn.

Studi tersebut dipublikasikan di jurnal Developmental Psychology

Krisis paruh baya, atau yang kerap disebut sebagai puber kedua, adalah fenomena di mana terjadi perubahan pada laki-laki saat memasuki usia tertentu.

Krisis paruh baya ini tak hanya dialami laki-laki semata, melainkan juga perempuan.

Krisis paruh baya biasanya disebabkan oleh tiga perubahan.

Yaitu, perubahan karena banyaknya waktu luang setelah anak dewasa, perubahan fisik atau hormon, dan perubahan sosial yang mencakup perubahan struktur keluarga, seperti kematian anggota keluarga.

Namun, berbagai perubahan yang memicu krisis paruh baya ini sebenarnya merupakan hal yang normal.

Lelaki harus menyadari bahwa lambat laun fisiknya akan berubah, dan itu adalah hal wajar karena hidup juga berubah.

Yang terpenting, bagaimana menjalani arus dan menciptakan perubahan, serta mampu membuat inovasi dalam kehidupan.

Yang perlu Anda perhatikan, perubahan ini bisa saja berdampak negatif dan menyebabkan stres cukup tinggi.

Bisa jadi penyebabnya berkaitan karena tidak mampu melihat peluang yang ada, tidak bisa melakukan sesuatu, atau mau melakukan sesuatu tapi sumber dayanya tidak mendukung karena tidak punya uang.

Jika sudah terjadi demikian, tetaplah fokus pada hubungan dengan pasangan.

Itulah pentingnya membangun kebahagiaan dalam kehidupan suami istri. Agar banyak kenikmatan yang diperoleh baik secara fisik atau mental.

Pada perempuan yang mengalami krisis seperti menopause, tidak semua merasakan sakit, kaku, dan dingin terhadap pasangan.

Banyak juga yang melewati masa tersebut dengan aman dan baik.

Hadapilah krisis paruh baya sebagai bagian dari kehidupan normal.

Menurut teori psikolog asal Yale, Daniel Levinson, semua orang dewasa akan melalui serangkaian tahapan. Peristiwa ini adalah transisi yang normal untuk tahap lain dari kehidupan.

Terpenting, saat pasangan mengalami krisis paruh baya, kita harus bisa menerima perubahan tersebut.

Pasangan harus mampu memahami apa yang terjadi, tak perlu khawatir atau curiga apalagi sampai menekan pasangan tidak boleh melakukan perubahan.

Perubahan yang terjadi juga jangan sampai menjadi mimpi buruk bagi pasangan.

Istri harus bisa mengikuti keinginan suami selama yang dilakukan positif, wajar, dan perlu didukung.

Ada baiknya membangun hubungan yang lebih baik lewat kegiatan positif itu.

Jika ada persepsi masa-masa tersebut kebahagiaan mulai menurun, tidaklah benar.

Justru seiring bertambahnya waktu luang, tidak mengurus anak kecil lagi, pasangan malah bisa melakukan hal-hal yang disukai bersama-sama.

Masa-masa kebahagiaan pun kembali diraih seperti di awal pernikahan.

Tentu saja harus menjalankan aktivitas bersama-sama sehingga kebahagiaan akan terwujud.

Tags : slide