close
Nuga Life

Alzheimer? Kini Bisa Diprediksi Lebih Awal

Pikun? Alzhemeir?

Jangan khawatir.

Para peneliti di Biomedical Neuroscience Institute Chile percaya mereka bisa secara dini memprediksi tahap awal demensia dan penyakit kejiwaan lainnya, melalui pemeriksaan pola pergerakan mata serta aktivitas elektrik otak.

Para ahli syaraf itu mempelajari cara pasien dalam menavigasi lokasi virtual, dimana mereka harus menemukan ‘kunci’ untuk menyelesaikan tugas.

Pemimpin studi, ahli neurologi Enza Brunetti mengatakan tes tersebut bisa mendeteksi gangguan kognitif tahap awal, bahkan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala alzheimer sekalipun.

Diagnosis dini alzheimer tidak hanya akan membantu pasein dan keluarga mereka merencanakan masa depan dengan lebih baik, juga menawarkan kesempatan memperlambat gejala dengan pengobatan serta terapi.

Selain temuan mengejutkan itu, risiko berkembangnya penyakit Alzheimer bisa juga diubah dari sikap Anda tentang penuaan.

Studi terbaru dari Yale School of Public Health menganalisis hubungan antara pikiran negatif terhadap penuaan dan berkembangnya penyakit Alzheimer

Seperti dilansir Yahoo Healt hari ini, Sabtu, 19 Desember 2015, para peneliti menganalisis sikap orang sehat terhadap penuaan.

Mereka berpartisipasi dalam Studi Longitudinal Penuaan Baltimore.

Mereka diminta menimbang-nimbang pernyataan seperti ‘orang-orang tua linglung’ atau ‘orang-orang tua punya masalah dalam mempelajari hal baru’.

Para ilmuwan menemukan kelompok yang memiliki lebih banyak pikiran negatif tentang penuaan memiliki penurunan volume hippocampus lebih besar.

Yakni daerah di otak yang penting untuk mengingat. Penurunan volume inilah yang jadi indikator penyakit Alzheimer.

Kelompok ini juga punya angka signifikan untuk dua lagi indikator Alzheimer: plak amyloid atau protein yang membentuk sel-sel antarotak)dan simpul neurofibrillary atau dikenal dengan simpul jaringan protein yang membentuk sel-sel antara otak.

Peneliti mengatakan studi tersebut adalah yang pertama menemukan hubungan antara perubahan otak berhubungan dengan penyakit Alzheimer ke faktor risiko psikososial.

Menurut Asosiasi Alzheimer, penyakit ini termasuk sepuluh tertinggi penyebab kematian yang tak dapat dicegah, diobati, atau diperlambat.

Namun seberapa mengkhawatirkannya faktor penuaan ini?

Peneliti menunjuk stres sebagai faktor potensial. Ahli penyakit Alzheimer, Richard Caselli, MD, seorang neurolog di Mayo Clinic di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat mengatakan, ada lebih banyak hal yang berimbas ke Alzheimer dibanding sekadar stres.

Karena genetika dikenal luas sebagai faktor risiko penyakit ini, Caselli mengatakan kekhawatiran bisa menjadi risiko penentu.

Meski begitu, lanjutnya, ada sebuah kaitan yang diketahui luas cenderung lebih menggelisahkan, yakni pola makan buruk dan tak berolah raga.

Mengkonsumsi makanan sehat dan berolahraga teratur dapat membantu mengurangi risiko pikun.

Namun Clifford Segil, DO, seorang neurolog di Pusat Kesehatan Providence Saint John, California mengatakan hubungannya belum kita pahami.

“Ada hubungan pikiran-tubuh yang belum dapat didiagnosis atau dipahami pengobatan modern,” ujarnya.

Untuk sementara, Segil menyodorkan nasihat berikut, “Semua orang khawatir menjadi tua, tapi kita harus lebih optimistis ketika nanti tua, pengobatan modern akan mampu merawat kita.”

Berjalan dengan kecepatan lambat bisa menjadi indikasi awal penyakit alzheimer.

Di masa depan, kecepatan berjalan akan digunakan bersama dengan tes memori dan kriteria diagnostik lain untuk menilai risiko seseorang terkena demensia, kata para ilmuwan seperti dilaporkan oleh Independent.

Sebuah studi leinnya juga menemukan hubungan antara kecepatan berjalan khas orang tua dan jumlah protein yang dibangun di otak dengan tanda-tanda awal demensia.

Para ilmuwan mengatakan, kecepatan berjalan yang lambat pada orang-orang alzheimer mungkin berhubungan dengan perubahan dalam otak yang terjadi sebelum timbulnya penyakit.

“Ada kemungkinan gangguan berjalan ringan merupakan masalah memori yang menandakan penyakit alzheimer, bahkan sebelum orang tersebut menunjukkan gejala klinis,” kata pemimpin penelitian Natalia del Campo dari Rumah Sakit Universitas Toulouse di Perancis.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal online Neurology ini

Laura Phipps dari Pusat Penelitian Alzheimer Inggris berujar, “Ada banyak alasan kenapa kecepatan berjalan seseorang lambat, tapi penting untuk mengeksplorasi mengapa dan kapan perubahan itu terjadi pada penyakit seperti alzheimer dan bagaimana mereka dapat mengelolanya.”

Louise Walker dari Masyarakat Alzheimer berkata, “Riset menunjukkan bahwa orang-orang dengan penyakit alzheimer mengalami kesulitan berjalan, tapi masih belum jelas apakah itu disebabkan oleh kondisi itu sendiri atau faktor-faktor lain, terutama yang berkaitan dengan penuaan.”

Menurutnya, penelitian jangka panjang masih diperlukan untuk menentukan apakah penumpukan protein amyloid, yang merupakan ciri penyakit alzheimer, berefek pada kecepatan berjalan yang lambat.