close
Nuga Bola

Ketika “Pak Tua” Wenger Diusik Prestasi

Hampir semua media terkenal  Inggris, seperti “daily mail, mirror, the sun dan evening post,”  hari ini, Jumat, 22 September 2016, menurunkan laporan panjang tentang seorang pelatih terlama di Liga Primer, Arsene Wenger.

Ya. Pelatih Arsenal asal Perancis itu telah menjalani masa panjang di Liga Primer. Dua puluh tahun. Masa panjang yang hanya bisa dikalahkan oleh Alex Ferguson di Manchester United.

Dan “daily mail,” menulis, masa pengabdian Arsene Wenger bersama Arsenal telah memasuki usia senja.

“Hhari penghakiman’ bisa saja menghampiri Sang Profesor setiap saat jika dianggap tak mampu membawa The Gunners berprestasi,” tulis “mirror.”

Untuk pengabdian yang lama ini “evening post” memberinya sapaan dengan “Pak Tua.”

Wenger saat ini menjadi manajer terlama di Liga Primer  dan kontraknya bakal selesai pada akhir musim ini.

Total sembilan gelar termasuk tiga trofi Liga Primer Inggris sudah diraihnya bersama The Gunners.

Namun, sederet gelar tersebut masih belum dianggap cukup bagi fan Arsenal.

Prestasi Wenger memang belum sebanding dengan kesuksesan Alex Ferguson yang sanggup mempersembahkan tiga belas gelar Liga Primer dan satu trofi Liga Champions selama dua puluh tujuh tahun melatih Manchester United.

Meski demikian, Wenger tetap layak dinobatkan gelar profesor.

Ia membawa perubahan drastis di Arsenal dengan melakukan pendekatan sport science dan menjaga ketat nutrisi makanan pemainnya.

Selain berhasil merevolusi gaya permainan ciamik Arsenal, pria asal Perancis itu dikenal dengan kesuksesannya mengorbitkan pemain kelas dunia.

Tangan dingin Wenger menghasilkan pemain kaliber macam Patrick Vieira, Nicolas Anelka, Thierry Henry, Cesc Fabregas, hingga kini beralih kepada Aaron Ramsey.

Meski demikian, prestasi Arsenal belakangan tak lagi moncer. Kendati berhasil mengemas Piala FA pada dua musim lalu, namun The Gunners telah puasa gelar Liga Primer sejak 12 tahun terakhir.

Seretnya prestasi Wenger dalam beberapa musim terakhir membuat manajemen berpikir ulang untuk mencari pengganti ideal, dan sederet  nama pun sudah bermunculan.

Sebut saja Diego Simeone. Pelatih Atletico Madrid ini paling santer diperbincangkan untuk menjadi suksesor Wenger.

Pria asal Argentina tersebut berhasil menerobos tradisi juara La Liga yang selama ini dirajai Barcelona dan Real Madrid.

Simeone berhasil mempersembahkan trofi Copa del Rey dan La Liga musim bagi Rojiblancos dan juga nyaris mempersembahkan dua trofi Liga Champions jika tidak digagalkan Real Madrid di partai final.

Atleti di bawah kendali Simeone memiliki ciri khas tersendiri: disiplin dalam bertahan, menerapkan tekanan di garis tinggi, dan tajam dalam melancarkan serangan balik.

Sepintas, karakter tim polesan Simeone jauh berbeda dengan gaya atraktif Arsenal yang dibangun Wenger. Namun, keraguan tersebut bukan kendala jika prestasi menjadi tolok ukurnya.

Sinyal Simeone untuk hengkang dari Atletico musim depan tampak jelas dengan cara merevisi kontraknya di Vicente Calderon.

Selain itu ada nama Eddie Howe. Ia kini menjadi manajer AFC Bournemouth

Pada musim lalu, Howe juga mampu mempertahankan Bournemouth di Liga Primer dari jerat degradasi.

Meski demikian, kontrak Howe bersama Bournemouth baru berakhir hingga Juni empat tahun mendatang.

Manajemen Arsenal harus pintar-pintar menghitung kalkulasi tanggungan untuk mendaratkannya ke Emirates.

Selain dua nama di atas ada Roberto Mancini Mantan manajer Manchester City ini juga bisa menjadi opsi untuk menggawangi “Meriam London”. Pengalamannya bersama The Citizens membuatnya lebih mudah beradaptasi dalam membangun tim ideal.

Saat ini Mancini masih berstatus menganggur sejak kontraknya diputus secara sepihak oleh Inter Milan .

Meski mulai diperhitungkan sebagai salah satu manajer top, namun tajinya belum teruji di kompetisi elite Liga Champions.

Arsenal bisa saja mengganti manajer anyar untuk membawa warna baru. Namun, keputusan untuk mempertahankan Sang Profesor juga masih terbuka jika ia mampu mempersembahkan gelar bagi The Gunners musim ini.

Sejak era sepak bola modern dan , kompetisi menjadi amat industrialis dengan persaingan yang ketat  aspek prestasi, prestise, dan komersial saling berkelindan membentuk panasnya persaingan di kompetisi itu.

Tak jarang pula banyak terjadi pergantian pelatih karena klub menuntut banyak dari sang juru taktik.

Khusus di Inggris, kursi kepelatihan di Liga Primer juga amat panas. Tak sedikit pelatih terdepak dalam waktu singkat karena dinilai tak mampu memenuhi target klub.

Namun, ada pula manajer yang mampu bertahan mulai dari satu hingga dua dekade di klub mereka. Tercatat ada beebrapa manajer klub-klub Liga Primer Inggris yang mampu mengabdi lebih dari enam tahun.

Masa pengabdian terlama masih ditempati oleh mantan pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson.

Sedangkan Wenger yang kini memasuki dua dekade bersama Arsenal, berada di urutan kedua.

Banyak perubahan yang sudah terjadi di dunia sepakbola. Namun satu hal yang pasti, Arsene Wenger masih setia di sisi Arsenal.

Wenger adalah fenomena. Di tengah ketatnya persaingan sepak bola modern, Wenger mampu memenangkan hati Arsenal, tepatnya manajemen Arsenal.

Di saat awal kemunculannya, Wenger dan Arsenal adalah tokoh antagonis.

Tetapi pada akhirnya Wenger sukses membuat Arsenal disegani. Mulai dari menciptakan duet maut Dennis Bergkamp-Ian Wright, mendatangkan

Wenger mampu merebut tiga gelar Liga Inggris berbanding lima milik Ferguson. Catatan yang cukup imbang.

Namun ternyata mahakarya Wenger berupa ‘The Invincible Arsenal’ seolah jadi titik klimaks perjalanan kariernya di ‘The Gunners’.

Setelah itu Arsenal kesulitan bersaing dalam perburuan gelar juara. Arsenal sempat coba menorehkan sukses di Liga Champions, tetapi langkah mereka terhenti di babak final 2006.

Setelah memenangi Piala FA 2004/2005, Arsenal pun mengalami paceklik gelar hingga nyaris satu dekade.

Dalam masa paceklik tersebut, kepiawaian Wenger dalam melihat bibt muda tak pernah luntur.

Tetapi Wenger tak punya daya untuk mengombinasikan bakat-bakat hebat itu dalam rangka membawa Arsenal juara.

Tak hanya itu, Wenger juga tak punya kekuatan untuk membendung kepergian para bintang.

Satu per satu bintang pergi dengan alasan ingin memiliki klub dengan peluang juara lebih besar.

Pernyataan yang disampaikan beberapa pemain ini jelas merupakan tamparan yang keras bagi Wenger dan Arsenal.

Wenger seolah tak bisa meyakinkan bahwa ketika mereka bersama, Arsenal bisa juara.

Ada satu alasan yang sering keluar dari mulut Wenger di masa itu adalah Arsenal sedang dalam masa mengencangkan ikat pinggang demi pembangunan Stadion Emirates.

Alhasil, Arsenal tak bisa membeli pemain bintang dan beberapa kali terpaksa pasrah menjual pemain andalan.

Saat neraca keuangan mulai normal, Wenger pun kembali berada di posisi yang sama dengan manajer klub elite lainnya. Ia bisa membelanjakan uang untuk membeli pemain elite.

Tetapi pada akhirnya, antusiasme suporter Arsenal berujung kekecewaan. Wenger terbilang sangat irit dalam pengeluaran, seolah uang Arsenal adalah uang yang benar-benar keluar dari kocek pribadinya.

Masih teringat bagaimana di musim lalu Wenger menyebut Petr Cech satu-satunya pembelian yang dibutuhkan Arsenal, tapi kemudian di tengah musim dirinya mengeluhkan badai cedera yang menimpa para pemainnya.

Musim ini pun Wenger mendapatkan kritikan keras lantaran baru membeli Granit Xhaka, sebelum akhirnya memboyong Lucas Perez dan Shkodran Mustafi di hari-hari terakhir.

Dalam hal pembelanjaan pemain, Wenger sepertinya masih terbayang-bayang cerita masa lalu.
Nilai uang saat ini telah mengalami pergeseran..

Stagnan, bosan, dan tanpa trofi kemenangan.

Itulah alasan mengapa suara-suara negatif untuk Wenger semakin bermunculan.

Prestasi lain yang diajukan Wenger sebagai dalih adalah posisi empat besar yang selalu mereka dapat dalam lebih dari satu dekade terakhir, satu catatan yang tak bisa dilakukan oleh klub-klub Inggris lainnya.

Sayangnya Wenger seperti lupa, bahwa hal itu tak berdampak pada bertambahnya koleksi trofi di lemari Arsenal.

Ketika suporter klub elit lain di Inggris mulai menikmati hasil kinerja pelatih anyar, tak ada yang berubah terhadap Arsenal.

Bukankah wajar bila akhirnya pendukung Arsenal berandai-andai apa yang akan terjadi bila tim kesayangan mereka dipegang oleh pelatih anyar?

Wenger sendiri saat ini seolah berada pada posisi untuk tak bisa mengibarkan bendera putih. ‘The Professor’ tak mau menyerah pada pertempuran yang saat ini sudah mulai mencoreng namanya.