close
Nuga Bola

Deschamps Melangkah Menuju Sejarah

Hanya ada dua sosok yang pernah memenangi Piala Dunia sebagai pemain dan pelatih, yaitu Mario Zagallo dan Franz Beckenbauer.

Dan  Didier Deschamps punya kualitas untuk jadi sosok ketiga.

Deschamps adalah nama besar dalam sejarah sepak bola Prancis. Ia berada di generasi emas pada akhir era Sembilan puluhan.

Generasi yang awalnya diragukan bisa berprestasi lantaran meminggirkan pemain-pemain flamboyan macam Eric Cantona dan David Ginola.

Deschamps, sebagai gelandang bertahan, punya peran penting di balik keberhasilan Prancis jadi juara Piala Dunia dua puluh athun silam

Dua tahun kemudian, ia menjabat posisi sebagai kapten tim ketika Prancis jadi Raja Eropa.

Selepas kariernya sebagai pemain, Deschamps lalu merintis perjalanan berikutnya sebagai pelatih. Bakatnya sebagai pelatih sudah terlihat sejak ia mampu membawa Monaco jadi runner up Liga Champions

Ia lalu menolong Juventus kembali ke Serie A, membawa Marseille juara Liga Prancis sebelum dilirik jadi pelatih timnas Prancis

Deschamps menangani Prancis selepas kegagalan Les Bleus di Piala Eropa  Deschamps kemudian coba menyusun pemain-pemain untuk persiapan menuju Piala Dunia .

Di Rio de Janeiro, Deschamps tidak bisa membawa Prancis berbuat banyak. Pemain-pemain macam Patrice Evra, Mathieu Valbuena, dan Karim Benzema tidak mampu mengangkat performa Les Bleus.

Prancis hanya sanggup bertahan hingga babak perempat final karena langkah mereka terhenti di tangan sang juara, Jerman.

Dua tahun berselang, Deschamps mulai memperlihatkan evolusi di tubuh timnas Prancis. Nama-nama lawas tak lagi banyak menghias skuat, diganti nama-nama pemain seangkatan Paul Pogba dan kawan-kawan.

Pogba, Olivier Giroud dan Antoine Griezmann mulai jadi kekuatan inti timnas Prancis. Mereka punya kesempatan bagus untuk jadi juara namun akhirnya kalah dari Portugal di partai final.

Dalam perjalanan menuju Piala Dunia  Deschamps dianugerahi berkah banyaknya pemain muda berbakat yang muncul di Prancis dalam dua tahun terakhir.

Pemain macam Kylian Mbappe, Ousmane Dembele, Benjamin Pavard, hingga Nabil Fekir adalah nama-nama yang belum diperhitungkan dua tahun sebelumnya.

Mereka menyeruak masuk sehingga membuat Deschamps tak lagi banyak menggunakan pondasi tim Piala Eropa 2016 untuk Piala Dunia .

Di Piala Dunia, tak banyak beban yang diusung oleh timnas Prancis. Namun mereka terbukti jadi tim dengan komposisi yang imbang, dari lini depan hingga belakang.

Prancis tak tergantung pada pemain bintang, namun pemain-pemain mereka punya kualitas papan atas. Deschamps sukses meramu Prancis jadi tim yang patut ditakuti di Rusia.

Dalam menyusun formasi, Deschamps tak mau Prancis terlalu bersifat ofensif.

Kehadiran Paul Pogba dan N’Golo Kante sebagai jangkar adalah penegasan filosofi Deschamps sebagai pelatih dengan latar belakang gelandang bertahan.

Deschamps percaya kekuatan poros lini tengah akan menghadirkan peluang menang yang lebih besar.

Kante adalah mesin perebut bola dan pemutus serangan yang andal, sedangkan Pogba punya kemampuan melihat arah permainan dan bisa menggerakannya meski ditempatkan di posisi agak belakang.

Pemilihan Blaise Matuidi sebagai gelandang serang juga sikap Deschamps untuk bisa mengubah formasi jsaat mereka menerima serangan lawan bertubi-tubi.

Deschamps percaya kekuatan Mbappe dan Griezmann sudah cukup untuk menggerakan roda serangan cepat, ditambah kehadiran Olivier Giroud yang piawai mempertahankan bola dan bisa jadi ‘tembok pemantul’ untuk serangan bola-bola panjang yang langsung menusuk jantung pertahanan.

Di lini pertahanan, Deschamps memilih Raphael Varane dan Samuel Umtiti yang merupakan duet penuh tenaga.

Mereka piawai duel bola udara namun tak canggung bertarung dalam hal kecepatan.

Deschamps punya materi pemain yang mumpuni untuk membawa Prancis jadi juara dunia.

Ia juga punya kemampuan strategi yang baik untuk mengeluarkan potensi maksimal dari tim ‘Ayam Jantan’.

Nilai plus dari Deschamps, ia pernah mengangkat trofi Piala Dunia.

Pemain-pemain Prancis akan melihat Deschamps sebagai sosok penuh karisma karena ia adalah pahlawan bagi sebagian besar pemain Prancis di masa kecil mereka.

Dengan latar belakang itu, pemain Prancis akan selalu menaruh kepercayaan penuh pada pria yang dijuluki ‘pengangkut air’ oleh Eric Cantona ini.

Alhasil, Deschamps kini sudah mulai melihat bayangan sosok Mario Zagallo dan Franz Beckenbauer di ujung perjalanan Piala Dunia 2018, tentunya dengan harapan ia akan bergabung dengan kelompok elite tersebut

Laga semifinal Piala Dunia  antara timnas Prancis melawan Belgia disebut sebagai pertarungan dua generasi emas dari masing-masing negara. Yang menarik, para pemain keturunan imigran ikut berkontribusi besar mengangkat prestasi tim tersebut.

Tak pelak, laga itu akan menjadi pertandingan mayoritas pemain imigran dari kedua negara tersebut. Mereka rata-rata para pemain keturunan Afrika.

Prancis, Belgia, dan Inggris tercatat sebagai semifinalis yang banyak dihuni para pemain keturunan imigran

Sementara Belgia dan Inggris dihuni hampir separuh pemain yang merupakan keturunan Imigran. Kedua negara memiliki persentase  persen yang merupakan keturunan Imigran.

Prancis bahkan membuktikan berhasil mengangkat trofi Piala Dunia berkat kontribusi para pemain keturunan imigran macam Zinedine Zidane, Lilian Thuram, Marcel Desailly, dan Patrick Vieira.

Sejak saat itu, Prancis secara konsisten dihuni para pemain keturunan imigran. Bahkan kini angkanya lebih dari separuh skuat Les Bleus diperkuat oleh para pemain berdarah pendatang dari negara-negara lain.

Sebut saja Kylian Mbappe yang merupakan anak dari pasangan Kamerun dan Aljazair. Di lini belakang, tujuh dari delapan pemain bahkan berasal dari keturunan imigran.

Mereka adalah Presnel Kimpembe, Raphael Varane, Samuel Umtiti, Adil Rami, Djibril Sidibe, Lucas Hernandez, dan Benjamin Mendy.

Terlebih di lini tengah, semua dihuni para pemain keturunan imigran macam N’Golo Kante, Paul Pogba, Thomas Lemar, Blaise Matuidi, Steven Nzonzi, Nabil Fekir, dan Corentin Tolisso.

Hanya segelintir pemain Prancis yang berasal dari keturunan orangtua bukan dari imigran seperti Antoine Griezmann, Olivier Giroud, Florian Thauvin, dan kiper Hugo Lloris.

Di kubu lawan, Belgia juga cukup banyak diperkuat para pemain keturunan pendatang, jumlahnya hampir separuh. Sebut saja dua bek mereka Vincent Kompany dan Dedryck Boyata.

Lini tengah Setan Merah bahkan dihuni mayoritas para pemain keturunan imigran. Mereka adalah Axel Witsel, Marouane Fellaini, Yannick Carrasco, Adnan Januzaj, Mousa Dembele, dan Nacer Chadli.

Di lini depan ada nama-nama seperti Romelu Lukaku dan Michy Batshuayi yang merupakan keturunan dari orang tua asal Afrika. Lukaku merupakan putra dari pasangan asal negara bekas jajahan Belgia, Kongo, yang bekerja sebagai diplomat.

Generasi emas belgia saat ini tentu berkat talenta-talenta yang hampir sebagian berasal dari keturunan imigran. Namun, integrasi antara mereka dan warga asli tampaknya belum berjalan semulus di Prancis.

Lukaku sendiri pernah membuat pernyataan betapa sulitnya jika para keturunan imigran di Belgia ini tidak sukses, terutama di sepak bola.

“Ketika semuanya berjalan bagus [untuk timnas Belgia], saya baca di sejumlah surat kabar mereka menyebut saya striker Belgia. Tapi ketika semuanya berlangsung buruk, mereka menyebut saya Romelu Lukaku, striker Belgia keturunan orang Kongo,” ujar Lukaku kepada The Players Tribune bulan lalu dikutip dari Guardian.